Monday, February 8, 2010

Ahsin Sakho Muhammad: Sejarah Penulisan Al-Qur’an Tidak Perlu Diperdebatkan

Sejarah penulisan al-Quran sendiri sesungguhnya penuh dengan berbagai nuansa yang rumit, dan tidak sunyi dari perdebatan, pertentangan, intrik, dan rekayasa. Ustadz Ahsin Sakho Muhammad yang menjadi narasumber PSQ dalam Halaqah Tafsir di Ruang Serbaguna PSQ, Rabu (05/3) lalu, berpendapat bahwa hal itu tidak perlu diperdebatkan, karena sudah jelas. Penulisan al-Quran dilakukan pada masa Nabi Muhammad Saw, Abu Bakar, Usman bin Affan, dan Mushaf pasca-Usman.

Rektor IIQ Jakarta ini kemudian melanjutkan, di masa Nabi Muhammad SAW, setiap kali wahyu disampaikan, Nabi langsung memerintahkan sahabatnya untuk menghapalkannya, kemudian menuliskannya (arab gundul) di pelepah kurma, kulit binatang, tulang, batu, dan lain-lain. Al-Quran yang ditulis tadi mengandung al-ahruf as-sab’ah. Ayatnya masih belum berharakat, hurufnya tidak bertitik, tidak ada penomoran ayat, nama surat, tanda waqaf, sajdah, dan lain-lainnya. Selain itu, bentuk khat al-Quran juga masih mengikuti bentuk khat pra-Islam yaitu “khat kufi” yang selanjutnya menjadi “khat nabthi”, dan akhirnya bermuara pada khat bangsa smith (samiyah). Walau saat itu al-Quran masih tercerai berai, lanjutnya lagi, tapi urutannya sudah diketahui oleh para sahabat dan Nabi sendiri, terbukti Nabi sering membacanya dengan berurut.

Dalam Halaqah Tafsir yang dihadiri lebih dari 100 orang tersebut, terungkap bahwa pada masa Abu Bakar, setelah nabi wafat, terjadi peperangan yang mengakibatkan banyak dari para penghafal al-Quran yang gugur saat itu. Hal ini menyebabkan Umar mengusulkan untuk menuliskannya dalam satu “mushaf”. Saat itupun penentuan tanda waqaf, sajdah, titik, harakat, dan lainnya belum ditentukan. Namun, ayat-ayat dan nama surah sudah berurutan. Saat itu dikenal seorang penulis “mushaf” bernama Zaid bin Tsabit.

Sedangkan pada masa Usman bin Affan, al-Quran ditulis kembali dan diperbanyak menjadi 6 mushaf plus mushaf khusus untuk shahabat Usman. Penulisan kembali dimaksudkan untuk meredam pertentangan yang terjadi saat itu yang menimbulkan fitnah antara orang-orang Syria dan Irak di Armenia dan Azrbaijan tentang beragamnya bacaan, ungkapnya.

Dosen Tafsir yang juga Guru Besar di beberapa perguruan tinggi Islam ini menerangkan, penulisan al-Quran di masa pasca Usman diikuti oleh munculnya beragam inovasi terbaru, mulai pemberian titik sampai pada pembagian mushaf menjadi 30 juz. Adalah Imam Khalil bin Ahmad al-Farahidi yang berjasa dalam penyempurnaan tanda titik seperti yang dikenal saat ini. Fathah asalnya alif (Ç) yang dimiringkan, Kasrah asalnya Ya’ (í) yang dipotong kepalanya, Harakat dhammah berupa huruf “waw kecil” (æ), Tasydid terambil dari kepala huruf “syin” yang dibuang titiknya, dan lain sebagainya. Di masa ini juga al-Quran mencapai kemajuan dengan dimunculkannya Khat Naskh, tulisan naskh inilah yang akhirnya digunakan untuk menulis mushaf di seluruh dunia. (Rauf)

No comments:

Post a Comment

Toggle