Showing posts with label shalat. Show all posts
Showing posts with label shalat. Show all posts

Friday, December 11, 2009

Shalat Rajin Tapi Malas Bekerja (3 of 3)

Di sebuah pointer yang berjudul “MT Morning Talk – The Relevance of Religion in Business”, Mario Teguh menasihatkan bahwa agama sangat relevan dalam bisnis.


Kita membutuhkan orang-orang yang bisa dipercaya. Untuk ketenangan berusaha, kita membutuhkan organisasi yang bisa dipercaya untuk tetap jujur, bahkan tanpa pengawasan. Dan “pengawasan” terkuat yang diketahui kemanusiaan, yang bisa membuat orang bersikap dan berlaku baik walaupun tidak diawasi adalah keyakinan kepada Beliau Yang Maha Melihat.


Kita semua menuntut perlakuan adil (fair) kepada diri kita, karena semua perkiraan dan perhitungan akan meleset bila orang tidak berlaku adil kepada kita. Semua studi kelayakan (feasibility study) adalah asumsi bahwa pasar akan berlaku fair kepada kita. Kita membutuhkan orang-orang yang takut untuk berlaku tidak adil, karena mereka meyakini perhitungan yang adil dan pasti atas tindakan mereka. Kita membutuhkan orang-orang shaleh, yang taat kepada agama apa pun yang dianutnya.


Bahkan seorang yang paling jahat, yang tidak mengenal kebaikan dan menolak melakukan kebaikan bagi siapa pun, tetap menuntut orang lain untuk tidak melakukan kejahatan kepadanya.


Mereka yang paling menolak agama adalah justru orang-orang yang paling kejam menghukum orang lain yang melakukan kepada mereka, hal-hal yang bertentangan dengan aturan kebaikan agama. Orang yang meragukan agama masih menuntut orang lain berlaku kepadanya dengan cara-cara orang beriman.


Kedua belah pihak, yang beragama dan yang belum mengakui membutuhkan agama, sama-sama sangat tidak menyukai orang munafik, yaitu orang buruk hati yang tampil dengan wajah shaleh. Orang yang kalau berbicara dia berbohong, kalau berjanji ia mengingkari dan kalau dipercaya dia berkhianat.


Memang, adakalanya kita jenuh di tempat kerja. Itu wajar dan manusiawi. Kondisi ini tidak berhubungan dengan rajin atau tidaknya seseorang dalam menjalankan shalat. Kadang kala suatu hari kita mengalami kelelahan, entah lelah fisik, lelah pikiran bahkan keduanya. Orang lelah cenderung melakukan kesalahan, lamban dan kurang efektif. Produktivitas kerja akan turun.


Robert K. Cooper, Ph.D dan Ayman Sawaf memberikan saran bahwa pada saat-saat seperti itu, kita harus menemukan cara kita sendiri yang terbaik untuk bangkit dan memperbarui diri. Mungkin cara kita adalah dengan berolah raga, menghirup udara segar di luar serta menikmati pemandangan, menyantap makanan ringan yang sehat, minum secangkir teh atau kopi hangat, guyon (berbincang humor) dengan rekan kerja atau berdzikir. Bukankah sudah dibahas sebelumnya bahwa berdzikir membuat hati tentram? Pilihan-pilihan tersebut berguna agar kita selalu dapat lebih mampu menyesuaikan diri waktu punggung terasa pegal atau waktu kita mulai merasa lelah/tegang dan untuk memperbarui diri secara teratur sepanjang hidup.


Seorang motivator mengingatkan bahwa segala sesuatu bermula dari pikiran kita sendiri. Rasa bosan, suntuk atau apa pun adalah hasil dari pikiran. Selalu mempunyai pikiran yang positif (positive thinking) adalah tips utama dalam menghadapi segala peristiwa atau kejadian. Untuk mengatasi rasa bosan atau suntuk di tempat kerja bisa dengan cara merubah rutinitas kerja, misalnya dengan merubah urutan kerja sehari-hari atau dengan menambahkan hal atau kegiatan baru dalam rutinitas tersebut. Melakukan lagi kegiatan ketika masih kecil juga dapat membuat pikiran menjadi tenang dan hati menjadi riang gembira.


Rhenald Kasali memberi tips agar seseorang betah di tempat kerja sebagaimana dia betah berada di rumah. Ada perbedaan antara house dan home, yang dalam bahasa Indonesia kedua-duanya diterjemahkan menjadi rumah. House lebih ditekankan pada bangunan fisik, sedangkan home pada suasana rumah. Orang betah di rumah, karena merasakan rumah sebagai tempat yang teduh dan menenangkan jiwa. Dengan demikian suasana home harus ada di kantor sehingga orang tetap semangat dalam bekerja. Work hard (kerja keras) harus dibarengi dengan work heart (bekerja dengan hati). Bekerja dengan hati membuat seseorang merasakan kantor sebagai home kedua. Orang tidak akan merasakan pekerjaan sebagai sebuah beban, tapi sebagai sesuatu yang menyenangkan laksana melakukan pekerjaan rumah, seperti berkebun.


Mario Teguh menasihatkan kalau kita melakukan sesuatu untuk diri kita sendiri, biasanya akan sering muncul kejenuhan. Begitu pun di dunia kerja. Tapi, kalau kita bekerja untuk kebaikan orang lain, misalnya anak-anak kita tercinta, suami atau istri terkasih dan anggota keluarga lain yang anggun, maka kita akan selalu mendapatkan inspirasi sehingga tidak mudah bosan. Intinya, niatkanlah agar semuanya untuk memuliakan, melayani dan memberi keuntungan kepada orang lain.


Tokoh agama pun mengingatkan kita untuk meluruskan niat dalam bekerja. Bekerja hakikatnya adalah ibadah, bukan sekadar mencari uang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Bekerja harus diniati untuk mengabdi kepada Tuhan dan mengharapkan ridha-Nya. Hasil kerja bisa untuk membeli pakaian yang digunakan untuk menutup aurat dan shalat, mengeluarkan sedekah dan zakat, membantu anak yatim atau korban bencana, memberikan sedikit oleh-oleh untuk orang tua, menyekolahkan anak, pergi umrah dan haji serta ibadah-ibadah lainnya yang sulit kita lakukan bila tidak ada uang. Dengan begitu, semangat dalam bekerja berarti sama dengan semangat dalam mengabdi kepada-Nya.


Bekerja keras dengan memanfaatkan semua karunia, anugerah dan nikmat yang dilimpahkan oleh Allah sesuai dengan tujuan penciptaan atau penganugerahannya termasuk salah satu bentuk rasa syukur kepada Allah, sebagaimana firman-Nya,


ٱعْمَلُوْاۤ ا ٰلَ دَاوُ ُدَ شُكْرًا، وَقَلِيْلٌ مِّنْ عِبَادِيَ الشَّكُوْرُ

“Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur.” (QS Saba’ [34] : 13)


Supaya senantiasa dalam inayah-Nya, marilah kita bersama-sama bermunajat kepada Allah :


اللَّهُمَّ إِناَّ نَعُوْذُبِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ

Ya Allah, kami berlindung kepada-Mu dari lemah bertindak (pesimis/putus asa) dan malas, amin.


Daftar Pustaka :

  • Mario Teguh, “MT Morning Talk – The Relevance of Religion in Business”, Mei 2005
  • Robert K. Cooper, Ph.D dan Ayman Sawaf, “Executive EQ – Kecerdasan Emosional dalam Kepemimpinan dan Organisasi”, PT Gramedia Pustaka Utama, Cetakan Keempat : Januari 2001

Tulisan ini lanjutan dari : Shalat Rajin Tapi Malas Bekerja (2 of 3)

#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin...#

Friday, December 4, 2009

Shalat Rajin Tapi Malas Bekerja (2 of 3)

Sedikit menyimpang dari pembahasan shalat; pada saat mengaji di pesantren, penulis dan semua santri selalu dinasihati oleh Kyai pengasuh pesantren agar jangan bermalas-malasan ketika menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan. Justru ketika berpuasa harus menunjukkan semangat tinggi dalam beribadah. Ibadah dalam arti seluas-luasnya, segala sesuatu yang diniatkan untuk mencari ridha Allah. Kalau dengan puasa kita lemas, tidur-tiduran dan malas belajar atau bekerja, maka secara tidak langsung kita durhaka kepada Rasulullah sebagai pembawa risalah. Itulah pesan yang terus-menerus disampaikan oleh Kyai kami di pesantren dulu.


Kembali ke pembahasan shalat, Ary Ginanjar Agustian menjelaskan bahwa shalat merupakan anugerah terbesar dari Allah kepada umat manusia, kepada siapa saja yang dengan rendah hati memiliki keinginan untuk melakukannya. Shalat berfungsi sebagai metode pengulangan, dimana potensi spiritual yang berisikan elemen-elemen karakter atau sifat-sifat mulia dan agung itu diasah dan berulang-ulang. Dengan demikian akan terjadi proses behaviorisme yang mengarah pada internalisasi karakter. Konsep ini terbukti efektif menciptakan kualitas manusia ras unggul.


Tentu kita masih ingat kualitas umat Islam pada zaman keemasan Islam. Di bawah kepemimpinan Khulafa’ ar-Rasyidin, kejayaan Islam adalah cermin dari ketangguhan sosok manusia yang membangun imperium tersebut. Secara esensial dan sederhana, pengulangan sifat-sifat mulia ini juga dilakukan oleh para pebisnis Jepang, berupa credo atau sumpah yang diucapkan setiap hari. Ini juga dilakukan oleh kalangan militer dalam sumpah prajurit.


Shalat adalah metode yang jauh lebih sempurna, karena ia tidak hanya bersifat duniawi namun juga bermuatan nilai-nilai spiritual. Di dalamnya terdapat sebuah totalitas yang terangkum secara dinamis kombinasi gerak (fisik), emosi (rasa) dan hati (spiritual). Shalat dapat dilakukan secara pribadi atau bersama-sama (jamaah). Ini berbeda dengan credo atau sumpah orang-orang Jepang atau sumpah prajurit yang tidak bisa dilakukan secara pribadi. Inilah beberapa keunggulan Repetitive Magic Power (RMP) dalam shalat, jika dibandingkan dengan cara-cara atau metode RMP yang lain.


Shalat bukan hanya metode pengulangan, namun juga shalawat, doa, munajat serta perpaduan mengagumkan yang terjadi antara kepasrahan hati yang penuh dedikasi dan gerak tubuh. Dalam shalat, segenap eksistensi kita terlibat dalam satu peristiwa yang menggetarkan kalbu.


Dalam hubungannya dengan pekerjaan, dengan shalat yang baik dan benar, maka kita seharusnya bisa menjadi seorang sufi korporat (The Corporate Mystic). Berikut ini beberapa ciri sikap seorang sufi korporat, berdasarkan hasil penelitian Gay Hendricks dan Kate Ludeman :

  • Kejujuran sejati
    Rahasia pertama untuk meraih sukses adalah dengan selalu berkata jujur. Mereka menyadari bahwa ketidakjujuran kepada pelanggan, komisaris, direksi, pemerintah dan masyarakat, pada akhirnya akan mengakibatkan diri mereka terjebak dalam kesulitan yang berlarut-larut. Total dalam kejujuran menjadi solusi, meskipun kenyataannya bisa begitu pahit.

  • Keadilan
    Salah satu skill para sufi korporat adalah mampu bersikap adil kepada semua pihak, bahkan saat ia terdesak. Mereka berkata, “Pada saat saya berlaku tidak adil, berarti saya telah mengganggu keseimbangan dunia.”

  • Mengenal diri sendiri
    Para sufi korporat menyadari bahwa fisik, pikiran dan jiwanya adalah alat-alat yang penting untuk dipahami dan dipelajari. Oleh karena itu, mereka mempelajari motivasi dan perasaan mereka, sekaligus membantu orang-orang di sekitar mereka untuk mengenal diri mereka. Mereka mengatakan, “Kami belum pernah menemukan seseorang yang benar-benar sukses yang tidak melakukan pengenalan terhadap diri mereka sendiri setiap hari.” Mereka selalu terbuka dan bersemangat, juga menerima umpan balik bahkan kritik.

  • Fokus pada kontribusi
    Jarang ditemukan ada pemimpin tingkat tinggi yang dimotivasi oleh keserakahan. Sebagian besar sangat memperhatikan kesejahteraan dan pemberdayaan orang lain.

  • Spiritualisme non dogmatis
    Landasan spiritualisme mereka bersifat universal, namun abadi. Mereka memiliki kemampuan melihat di balik perbedaan, sampai ke dasar-dasar spiritual yang hakiki.

  • Bekerja efisien
    Para sufi korporat mampu memusatkan semua perhatian mereka pada pekerjaannya saat itu, dan begitu juga saat mengerjakan pekerjaan selanjutnya. Mereka menyelesaikan pekerjaannya dengan santai, namun mampu memusatkan perhatian mereka saat belajar dan bekerja sekaligus.

  • Membangkitkan hal terbaik dalam diri sendiri maupun orang lain
    Mereka tahu betul bahwa di balik diri seseorang terdapat sebuah “topeng” yang menyembunyikan jati dirinya. Umumnya mereka mampu melihat wajah-wajah asli dan entitas watak diri seseorang di balik topeng-topeng tersebut.

  • Terbuka menerima perubahan
    Mereka mengalir bersama perubahan dan berkembang di atas perubahan tersebut.

  • Memiliki cita rasa humor
    Sufi-sufi korporat berpendapat, “Kita semua bersama-sama dalam perusahaan ini. Untuk itu marilah kita bersama-sama mengendurkan urat saraf dengan menertawakan diri sendiri.”

  • Visi jauh ke depan
    Mereka mampu mengajak orang ke dalam angan-angannya dan menjabarkan dengan begitu terinci cara-cara untuk menuju ke sana. Pada saat yang sama, ia dengan mantap menilai realitas masa kini.

  • Disiplin diri tinggi
    Para sufi korporat sangat disiplin. Kedisiplinan tersebut tumbuh dari semangat penuh gairah dan kesadaran, bukan berangkat dari keharusan dan keterpaksaan. Mereka beranggapan bahwa tindakan yang berpegang teguh pada komitmen untuk diri sendiri dan orang lain adalah hal yang dapat menumbuhkan energi tingkat tinggi.

  • Keseimbangan
    Mereka sangat menjaga keseimbangan hidup, khususnya dalam empat aspek inti dalam kehidupan, yaitu keharmonisan, pekerjaan, komunitas dan spiritualitas.


Daftar Pustaka :

  • Ary Ginanjar Agustian, “Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual – ESQ (Emotional Spiritual Quotient)”, Penerbit Arga, Cetakan Kedua puluh sembilan : September 2006

Tulisan ini lanjutan dari : Shalat Rajin Tapi Malas Bekerja (1 of 3)
Tulisan ini berlanjut ke : Shalat Rajin Tapi Malas Bekerja (3 of 3)

#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin...#

Friday, November 27, 2009

Shalat Rajin Tapi Malas Bekerja (1 of 3)

Penulis pernah ditanya dengan nada yang kurang enak didengar, “Nama Anda kan Islami. Nah, menurut Anda, orang yang rajin shalat dibandingkan yang tidak, kalau bekerja lebih bagus mana?”


Kembali ke prinsip dasar, kita harus menjaga diri kita lebih dahulu. Jadi, janganlah kita menyalahkan orang lain atas kesalahpahaman atau kurangnya pengertian mereka. Ternyata, di perusahaan, memang ada orang yang rajin shalat tapi malas bekerja. Bahkan, dengan alasan melaksanakan ibadah, kerja jadi tidak produktif. Mereka memperpanjang dzikir, baca Al-Qur’an dan shalat sunnah dengan mengambil waktu jam kerja, sehingga perusahaan dirugikan. Apalagi ketika puasa Ramadhan, banyak yang bermalas-malas bahkan tidur ketika waktunya bekerja. Alasannya, ada nasihat bahwa tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah.


Sebenarnya, waktu untuk ibadah telah disediakan oleh perusahaan. Semua itu atas dasar kesepakatan bersama, tidak saling merugikan (win-win solution). Kesepakatan itulah yang harus ditaati.


Kalau kita mengerjakan amalan sunnah ketika seharusnya kita bekerja, sehingga perusahaan dirugikan; itu berarti kita telah berbuat zhalim, menempatkan sesuatu tidak pada semestinya. Jika kita ingin melakukan amalan-amalan nafilah seperti itu dengan sebebas-bebasnya, maka janganlah bekerja di perusahaan. Semestinya kita berwira usaha, menjadi seorang entrepreneur. Dengannya, kita bisa melaksanakan ibadah seperti yang kita inginkan, tanpa menzhalimi orang lain.


Abul Laits as-Samarqandi meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Hurairah ra. bahwa Nabi saw. bersabda,


مَنْ كَانَتْ ِلأَخِيْهِ عِنْدَهُ مَظْلَمَةٌ مِنْ عِرْضٍ اَوْمَالٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ الْيَوْمَ قَبْلَ أَنْ يُؤْخَذَ مِنْهُ يَوْمَ لاَدِيْنَارَ وَلاَدِرْهَمَ فَإِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَاِلحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ عَمَلٌ أُخِذَ مِنْ سَـيِّئَاتِهِ فَحُمِلَتْ عَلَيْهِ

“Siapa yang merasa berbuat zhalim terhadap saudaranya berupa kehormatan atau harta, hendaklah meminta halalnya sekarang juga, sebelum dituntut pada hari yang tidak ada dinar atau dirham (uang emas atau perak). Maka jika ia mempunyai amal shaleh, diambil menurut kadar kezhalimannya. Bila tidak mempunyai amal shaleh, maka diambilkan dari kejahatan orang itu (yang dizhalimi) untuk dipikulkan kepadanya.”


Larangan zhalim terhadap manusia ditegaskan lagi dengan sabda Rasulullah asw. :


اِتَّقُـوْا الظُّلْمَ، فَإِنَّ الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيـَامَةِ

Takutlah kamu untuk berbuat zhalim, karena perbuatan zhalim itu merupakan kegelapan di hari Kiamat. (HR Muslim dan Ahmad)


لَتُؤَدُّنَّ الْحُقُوْقَ إِلَى أَهْلِهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُقَادُ لِلشَّاةِ الْجَلْحَاءِ مِنَ الشَّاةِ الْقَرْنَاءِ

Sungguh pasti semua hak akan dikembalikan pada yang berhak pada hari Kiamat, hingga kambing yang tidak bertanduk diberi hak (kesempatan) membalas pada kambing yang bertanduk. (HR Muslim)


Diriwayatkan dari Said bin Zaid ra bahwa ia mendengar Rasulullah bersabda,


مَنْ ظَلَمَ مِنَ اْلأَرْضِ شَـيْئًا طُوِّّقَهُ مِنْ سَـبْعِ أَرْضِيْنَ

“Siapa pun yang merampas tanah milik orang lain secara zhalim, maka lehernya akan ditelikung (dililit) dengan tujuh (lapis) bumi (pada hari Kiamat).” (HR Bukhari)


Ja‘far bin Muhammad berkata, “Orang hina adalah orang yang melakukan kezhaliman.”

Berbuat zhalim terhadap orang lain termasuk perbuatan mungkar. Lupakah kita bahwa shalat dapat mencegah diri dari perbuatan keji dan mungkar? Apakah itu tidak berarti bahwa shalat kita ada yang kurang? Marilah kita bersama-sama introspeksi diri. Allah SWT berfirman :


إِنَّ ٱلصَّلـٰوةَ تَنْهٰى عَنِ ٱلْفَحْشَـۤاءِ وَٱلمْنُـْكَرِ

Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. (QS al-‘Ankabût [29] : 45)


Daftar Pustaka :

  • Salim Bahreisy, “Tarjamah Tanbihul Ghafilin (karya Syaikh Abul Laits as-Samarqandi) – Peringatan Bagi Yang Lupa – Jilid 1 dan 2”, PT Bina Ilmu


Tulisan ini berlanjut ke : Shalat Rajin Tapi Malas Bekerja (2 of 3)

#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin...#

Toggle